Saturday, February 14, 2015

waktu yang menjawab

Sara kembali menatap selembar foto di tangannya itu dengan mata yang berkaca-kaca. Setega itukah

mereka hingga merampas putri kecil kesayangannya itu darinya? Sekejam itukah mereka memisahkan

seorang ibu dengan bayi kecilnya yang belum genap sebulan umurnya?

Wanita itu duduk termenung di kursi santai di teras depan rumahnya, menatap kosong ke pekarangan

di seberang. Cahaya mentari pagi dengan hangatnya menerpa kulitnya yang pucat, walaupun begitu,

tetap saja seluruh tubuhnya terasa dingin seperti Alaska. Tidak akan ada yang dapat menggantikan

kehangatan itu selain putri kecilnya, Mandy.

Kemana ia harus mencari gadis kecil kesayangannya itu? Semenjak kepergian suaminya, Dean, Sara

tak punya siapa pun di dunia ini. Tak ada kerabat dekat yang ia kenal yang masih hidup. Setidaknya

tak ada…

Ah, Sam Winchester.

Adik lelaki Dean itu menghilang begitu saja seusai upacara pemakaman mendiang suaminya. Tepat

sehari sebelum Sara dibawa ke rumah bersalin untuk mengantarkan putri kecilnya ke dunia.

Mencurigakan? Ia tak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Bahkan, ia tak pernah memikirkan apa

pun selain Mandy. Hanya ada Mandy dan Mandy yang ada di pikirannya.

Sara mulai beranjak dari tempat duduknya. Ia sadar, hanya termenung saja tak akan mengembalikan

gadis kecilnya itu padanya. Ia harus melakukan sesuatu, apa pun itu. Semakin lama ia membiarkan

putrinya lepas darinya, semakin kecil kemungkinan ia akan dapat berjumpa dengan putrinya lagi.

Ia segera membongkar lemari pakaian di dalam kamarnya, mencari-cari sebuah buku yang pernah

dibawa-bawa oleh mendiang suaminya saat berburu. Dapat. Sara segera membolak-balik halamannya,

matanya memindai seluruh informasi yang tertulis hingga tertuju pada suatu deretan nomer.

Sara segera mengambil telepon di kamarnya dan menekan nomer-nomer itu, terlalu tergesa untuk

mengeceknya dua kali. Nada sambung itu akhirnya terangkat. Dengan bibirnya yang bergetar ia

mengucapkan salamnya, “Halo.”

“Halo, Sara,” suara di ujung sana membalas dengan segera.

Suara pria.

“Emm.. Jhon?” Sara menyebutkan sebuah nama, agak sedikit ragu.

“Ya sara, temui aku di Daebak CafĂ© besok pukul dua siang. Lantai dua pojok sebelah kiri” jawab pria

itu to the point.

“Ah.. Maksudmu? Tapi…”

Tuut. Tuut. Tuut. Sambungan telepon itu terputus begitu saja sebelum Sara menyelesaikan

kalimatnya, meninggalkan kebingungan di benak Sara.

Apa maksud dari perkataan pria tadi. Begitu saja membuat janji seperti itu, bahkan Sara belum pernah

bertemu dengan pria itu. Jangankan bertemu, namanya saja Sara baru mengetahuinya tadi. Nama yang

tertera di dekat deretan nomer yang ia hubungi tadi.

Tapi merasa disitu ada petunjuk dan jalan untuk menemui Mandy maka Sara pun tak terlalu banyak

bertanya tentang itu. Ia hanya perlu menemui pria itu, apa yang terjadi selanjutnya biarlah terjadi,

yang terpenting adalah  mencoba terlebih dahulu untuk menemui pria itu. Itulah yang dipikirkannya

saat ini.

Keesokan harinya Sara pergi ke tempat yang dikatakan oleh pria itu. Membutuhkan waktu satu jam

perjalanan dari rumahnya menuju tempat itu, sehingga Sara berangkat lebih awal dari jam yang sudah

ditentukan.

Begitu sampai di tempat tujuan Sara pun segera menuju lantai dua, ia menaiki tangga dengan sedikit

terburu-buru hingga beberapa kali ia sempat tersandung dan tersandung lagi. Sara tak peduli dengan

rasa sakit pada pergelangan kakinya, yang ada pada  pikirannya hanya segera bertemu dengan pria itu.

Sesampainya di ujung tangga Sara melihat sekeliling ruangan, lalu pandangannya berhenti di sudut

ruangan sebelah kiri. Di sudut ruangan itu ada seseorang pria yang sedang berdiri menghadap jendela

membelakangi Sara. Merasa yakin bahwa pria itu adalah orang yang dituju Sara pun segera

mendekatinya. Sara melangkah perlahan mendekati pria itu.

“Apakah kau Jhon?”

Pria itu membalikkan badannya, mereka pun berhadapan, saling menatap. Pria itu menarik sudut

bibirnya, tersenyum pada Sara.

”Ya Sara, silahkan duduk” ucap Jhon sambil menunjuk sebuah kursi yang ada di dekat Sara. Sara pun

menurut, ia duduk di kursi itu. Disusul Jhon yang duduk tepat di seberang Sara.

“Aku mau memberikan sesuatu yang Dean titipkan padaku waktu itu”

“Ah? Dean? Apa yang Dean titipkan padamu? Ada apa sebenarnya? Apa kau tahu sesuatu yang

sedang terjadi padaku sekarang?”

“Aku tidak tahu persis apa yang terjadi, yang pasti saat itu Dean sempat menemuiku. Ia hanya

mengatakan padaku bahwa situasinya saat itu sedang tidak aman. Ia juga mengatakan bahwa mungkin

ia akan pergi untuk waktu yang lama, lalu ia memberikan sesuatu padaku. Ia hanya menitipkan pesan

padaku agar aku harus memberikan titipan itu tepat ketika ada seorang wanita yang menghubungiku

menggunakan nomor yang Dean berikan padaku. Aku sudah menunggu cukup lama, dan akhirnya kau

menghubungiku juga” Jelas Jhon. Lalu ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan secarik kertas dan

menyerahkannya pada Sara.

Sara mengambil kertas yang diberikan Jhon padanya. “Apa ini yang dititipkan Dean padamu? Hanya

secarik kertas ini?” Tanya Sara meminta penjelasan lagi.

“Ya Sara, hanya itu yang Dean titipkan padaku”

Sara segera membuka secarik kertas itu, di kertas itu tertulis sebuah surat yang Dean tulis untuk Sara.

-Dear Sara,

Pertama-tama aku ingin mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu dan sangat menyayangimu. Maaf

jika aku belum bisa seutuhnya menjadi suami yang baik untukmu. Jika kau membaca surat ini, itu

menandakan bahwa aku memang sudah tak ada di dunia ini.

Sara, selama ini aku tidak pernah menceritakan banyak hal tentang keluargaku. Selain itu aku pun

tidak memperkenalkan mereka padamu. Apa kau tahu apa alasanku berbuat seperti itu? Itu semua

karna keluargaku berpencar, kami sengaja berpencar, kami tidak berkumpul layaknya keluarga lain.

Ada satu hal yang mengharuskan kami berpencar. Aku pun tak tahu alasan pastinya, itu sudah terjadi

begitu saja sejak moyangku terdahulu. Satu yang pasti, ketika ada sekelompok orang yang mengetahui

tentang keberadaan kami maka kelompok itu tak segan-segan membunuh kami. Kelompok itu adalah

musuh besar keluarga kami. Mereka mempunyai misi untuk memusnahkan keturunan moyang

keluarga kami. Beberapa waktu yang lalu kelompok itu mengetahui keberadaanku dan Sam. Itulah

alasanku mengapa akhir-akhir ini aku jarang berada di rumah. Tak banyak yang bisa aku jelaskan

disini. Sara, jaga kesehatanmu. Ini hadiah untukmu Sara.

C1: ROTIE

C2: ZBYHFXN TNFGEBCBQN

OON

MHO

YEN

Love. Dean.

Selesai membaca surat itu Sara tak dapat berkata-kata, bibirnya kelu, perasaannya campur aduk.

Itukah alasannya mengapa Dean terbunuh? Sara tak pernah mengetahui hal itu, Dean tak pernah

bercerita apa pun tentang masalah keluarganya. Sara mengepalkan tangannya, tanpa sadar air mata

membasahi pipinya. Hatinya sakit.

Jhon yang berada di depannya dengan segera memberi sapu tangannya pada Sara. Sara

mengambilnya, mengusap air mata yang membasahi pipinya.

“Sabar Sara, yang terpenting adalah Dean memberikanmu sesuatu sebelum ia meninggalkanmu

walaupun hanya secarik kertas.” Ucap Jhon sambil menepuk-nepuk bahu Sara.

Ya betul apa yang dikatakan oleh Jhon, pikir Sara. Ia pun mengangguk.

Ah! Tunggu, sepertinya di akhir surat Dean mengatakan bahwa ia memberikan hadiah padaku. Seru

Sara dalam hati. Sara segera membuka kembali surat yang ia baca tadi. Ya dia akhir surat Dean

mengatakan bahwa ia memberikan hadiah pada Sara tapi Dean tidak menyebutkan apa hadiah itu.

Disitu hanya terdapat deretan-deretan huruf.

“Jhon, apa kau mengerti apa maksud dari deretan huruf ini?” Tanya Sara pada Jhon sambil menunjuk

deretan huruf itu. Jhon mendekatkan diri agar bisa melihat tulisan itu. Jhon memperhatikan tulisan itu

dengan seksama, cukup lama. “Sepertinya ini sebuah sandi” jawab Jhon.

“Sandi?”

“Ya, sandi. Dean sangat menyukai hal-hal yang berhubungan dengan sandi”

“Tapi aku tak paham mengenai sandi”

“Yang aku tahu ROTIE disini sepertinya itu adalah Rotasi 13. Mungkin. Entahlah. Hanya itu yang

aku tahu, Sar” jelas Jhon pada Sara.

“Apa maksud dari Rotasi 13, Jhon?”

“Yaitu dimana huruf A diganti menjadi huruf N, B diganti dengan O, dan seterusnya.”

“Ah. Aku paham, coba aku jabarkan.” Sara mengambil pulpen yang ada di saku jaketnya. Lalu ia

mengubah huruf-huruf itu sesuai apa yang dijelaskan oleh Jhon.

Cukup lama. “Moluska Gastropoda” Seru Sara.

“Moluska Gastropoda?”

“Iya, itu yang aku temukan setelah hurufnya diganti.”

“Lalu apa maksudnya?”

“Entahlah. Setahuku Moluska Gastrpoda itu adalah Siput, benarkan?”

“Ya betul, tapi apa maksudnya?”

“Entahlah. Ah. Tapi masih ada sisa huruf lagi Jhon” ucap Sara sambil menjuk 9 huruf yg tersisa.

“Coba sini aku lihat!” Seru Jhon mengambil alih kertas yang ada di tangan Sara.

Cukup lama. Dan hanya gumaman “hmm” yang sedari tadi keluar dari mulut Jhon. Masih berpikir apa

maksud dari sandi itu. Tiba-tiba saja Sara seperti diberi pencerahan, ia merebut kertasnya dari Jhon.

Sara membaca sekilas. “Ah! Dapat!” Sara menjentikkan jarinya.

“Ohya? Apa itu, Sar?”

“Lihat, Jhon! Yang dimaksud dari siput disini adalah kita membaca 9 huruf itu seperti cangkang siput,

dengan huruf utama berada di tengah. Jhon memperhatikan, “Ah benar juga, Sar. Honeymoon?”.

“Mungkin tempat ketika Dean dan aku berbulan madu, Jhon”

“Dimana?”

“Paris.”

“Yasudah, apalagi yang kau tunggu. Segeralah kesana. Mungkin ada sesuatu di tempat itu. Tempat itu

kan hanya kau dan Dean yang mengetahuinya.” Perintah Jhon pada Sara.

“Betul, Jhon! Kalau begitu aku pergi ya. Terima kasih banyak atas bantuannya.” Sara beranjak dari

kursinya. Menjabat tangan Jhon. Lalu pergi meninggalkan Jhon.

***

Bandara begitu ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Sara melihat sekeliling bandara, menarik

nafas dan menghembuskannya dengan lega. Sudut bibirnya tertarik ke atas, ia tersenyum. Ya, begitu

Sara mengetahui maksud dari kode itu ia segera menuju bandara. Memesan tiket dengan penerbangan

yang paling dekat dengan waktu saat itu. Keluar dari bandara ia segera memberhentikan taksi, menuju

tempat dimana ia dan Dean berbulan madu.

Sara sudah sampai di tempat yang dituju. Sebuah villa. Ia berdiri menatap villa itu, cukup lama. Sudah

merasa siap, Sara pun melangkah maju. Membuka gerbang secara perlahan. Lalu berjalan masuk

menuju villa itu.

Krek! Sara membuka pintu villa. Memasuki ruang tamu. Ia melihat sekeliling ruangan, mengamati

setiap sudutnya, hingga pandangannya berhenti di salah satu jendela villa itu. Jendela yang terbuka

lebar sehingga membuat tirainya bergerak-gerak terhempas angin. Mata Sara tak bisa berkedip,

hatinya berdebar. Melalui jendela itu Sara bisa melihat sosok manusia yang berada di pekarangan

bagian dalam villa dengan posisi membelakangi Sara.

Ya, seorang pria. Pria yang sedang menggendong seorang bayi di dekapannya.

Tanpa pikir panjang lagi Sara segera menuju pekarangan villa itu, berjalan mendekati pria itu. Hingga

pebedaan jaraknya dan jarak pria itu hanya dua langkah.

Mengetahui keberadaan Sara yang berada di belakangnya, pria itu pun membalikkan badannya.

Hingga Sara dapat melihat dengan jelas wajah pria itu.

“Sam..” nama itu yang keluar dari bibir Sara.