Sara kembali menatap selembar foto di tangannya itu dengan mata yang berkaca-kaca. Setega itukah
mereka hingga merampas putri kecil kesayangannya itu darinya? Sekejam itukah mereka memisahkan
seorang ibu dengan bayi kecilnya yang belum genap sebulan umurnya?
Wanita itu duduk termenung di kursi santai di teras depan rumahnya, menatap kosong ke pekarangan
di seberang. Cahaya mentari pagi dengan hangatnya menerpa kulitnya yang pucat, walaupun begitu,
tetap saja seluruh tubuhnya terasa dingin seperti Alaska. Tidak akan ada yang dapat menggantikan
kehangatan itu selain putri kecilnya, Mandy.
Kemana ia harus mencari gadis kecil kesayangannya itu? Semenjak kepergian suaminya, Dean, Sara
tak punya siapa pun di dunia ini. Tak ada kerabat dekat yang ia kenal yang masih hidup. Setidaknya
tak ada…
Ah, Sam Winchester.
Adik lelaki Dean itu menghilang begitu saja seusai upacara pemakaman mendiang suaminya. Tepat
sehari sebelum Sara dibawa ke rumah bersalin untuk mengantarkan putri kecilnya ke dunia.
Mencurigakan? Ia tak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Bahkan, ia tak pernah memikirkan apa
pun selain Mandy. Hanya ada Mandy dan Mandy yang ada di pikirannya.
Sara mulai beranjak dari tempat duduknya. Ia sadar, hanya termenung saja tak akan mengembalikan
gadis kecilnya itu padanya. Ia harus melakukan sesuatu, apa pun itu. Semakin lama ia membiarkan
putrinya lepas darinya, semakin kecil kemungkinan ia akan dapat berjumpa dengan putrinya lagi.
Ia segera membongkar lemari pakaian di dalam kamarnya, mencari-cari sebuah buku yang pernah
dibawa-bawa oleh mendiang suaminya saat berburu. Dapat. Sara segera membolak-balik halamannya,
matanya memindai seluruh informasi yang tertulis hingga tertuju pada suatu deretan nomer.
Sara segera mengambil telepon di kamarnya dan menekan nomer-nomer itu, terlalu tergesa untuk
mengeceknya dua kali. Nada sambung itu akhirnya terangkat. Dengan bibirnya yang bergetar ia
mengucapkan salamnya, “Halo.”
“Halo, Sara,” suara di ujung sana membalas dengan segera.
Suara pria.
“Emm.. Jhon?” Sara menyebutkan sebuah nama, agak sedikit ragu.
“Ya sara, temui aku di Daebak CafĂ© besok pukul dua siang. Lantai dua pojok sebelah kiri” jawab pria
itu to the point.
“Ah.. Maksudmu? Tapi…”
Tuut. Tuut. Tuut. Sambungan telepon itu terputus begitu saja sebelum Sara menyelesaikan
kalimatnya, meninggalkan kebingungan di benak Sara.
Apa maksud dari perkataan pria tadi. Begitu saja membuat janji seperti itu, bahkan Sara belum pernah
bertemu dengan pria itu. Jangankan bertemu, namanya saja Sara baru mengetahuinya tadi. Nama yang
tertera di dekat deretan nomer yang ia hubungi tadi.
Tapi merasa disitu ada petunjuk dan jalan untuk menemui Mandy maka Sara pun tak terlalu banyak
bertanya tentang itu. Ia hanya perlu menemui pria itu, apa yang terjadi selanjutnya biarlah terjadi,
yang terpenting adalah mencoba terlebih dahulu untuk menemui pria itu. Itulah yang dipikirkannya
saat ini.
Keesokan harinya Sara pergi ke tempat yang dikatakan oleh pria itu. Membutuhkan waktu satu jam
perjalanan dari rumahnya menuju tempat itu, sehingga Sara berangkat lebih awal dari jam yang sudah
ditentukan.
Begitu sampai di tempat tujuan Sara pun segera menuju lantai dua, ia menaiki tangga dengan sedikit
terburu-buru hingga beberapa kali ia sempat tersandung dan tersandung lagi. Sara tak peduli dengan
rasa sakit pada pergelangan kakinya, yang ada pada pikirannya hanya segera bertemu dengan pria itu.
Sesampainya di ujung tangga Sara melihat sekeliling ruangan, lalu pandangannya berhenti di sudut
ruangan sebelah kiri. Di sudut ruangan itu ada seseorang pria yang sedang berdiri menghadap jendela
membelakangi Sara. Merasa yakin bahwa pria itu adalah orang yang dituju Sara pun segera
mendekatinya. Sara melangkah perlahan mendekati pria itu.
“Apakah kau Jhon?”
Pria itu membalikkan badannya, mereka pun berhadapan, saling menatap. Pria itu menarik sudut
bibirnya, tersenyum pada Sara.
”Ya Sara, silahkan duduk” ucap Jhon sambil menunjuk sebuah kursi yang ada di dekat Sara. Sara pun
menurut, ia duduk di kursi itu. Disusul Jhon yang duduk tepat di seberang Sara.
“Aku mau memberikan sesuatu yang Dean titipkan padaku waktu itu”
“Ah? Dean? Apa yang Dean titipkan padamu? Ada apa sebenarnya? Apa kau tahu sesuatu yang
sedang terjadi padaku sekarang?”
“Aku tidak tahu persis apa yang terjadi, yang pasti saat itu Dean sempat menemuiku. Ia hanya
mengatakan padaku bahwa situasinya saat itu sedang tidak aman. Ia juga mengatakan bahwa mungkin
ia akan pergi untuk waktu yang lama, lalu ia memberikan sesuatu padaku. Ia hanya menitipkan pesan
padaku agar aku harus memberikan titipan itu tepat ketika ada seorang wanita yang menghubungiku
menggunakan nomor yang Dean berikan padaku. Aku sudah menunggu cukup lama, dan akhirnya kau
menghubungiku juga” Jelas Jhon. Lalu ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan secarik kertas dan
menyerahkannya pada Sara.
Sara mengambil kertas yang diberikan Jhon padanya. “Apa ini yang dititipkan Dean padamu? Hanya
secarik kertas ini?” Tanya Sara meminta penjelasan lagi.
“Ya Sara, hanya itu yang Dean titipkan padaku”
Sara segera membuka secarik kertas itu, di kertas itu tertulis sebuah surat yang Dean tulis untuk Sara.
-Dear Sara,
Pertama-tama aku ingin mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu dan sangat menyayangimu. Maaf
jika aku belum bisa seutuhnya menjadi suami yang baik untukmu. Jika kau membaca surat ini, itu
menandakan bahwa aku memang sudah tak ada di dunia ini.
Sara, selama ini aku tidak pernah menceritakan banyak hal tentang keluargaku. Selain itu aku pun
tidak memperkenalkan mereka padamu. Apa kau tahu apa alasanku berbuat seperti itu? Itu semua
karna keluargaku berpencar, kami sengaja berpencar, kami tidak berkumpul layaknya keluarga lain.
Ada satu hal yang mengharuskan kami berpencar. Aku pun tak tahu alasan pastinya, itu sudah terjadi
begitu saja sejak moyangku terdahulu. Satu yang pasti, ketika ada sekelompok orang yang mengetahui
tentang keberadaan kami maka kelompok itu tak segan-segan membunuh kami. Kelompok itu adalah
musuh besar keluarga kami. Mereka mempunyai misi untuk memusnahkan keturunan moyang
keluarga kami. Beberapa waktu yang lalu kelompok itu mengetahui keberadaanku dan Sam. Itulah
alasanku mengapa akhir-akhir ini aku jarang berada di rumah. Tak banyak yang bisa aku jelaskan
disini. Sara, jaga kesehatanmu. Ini hadiah untukmu Sara.
C1: ROTIE
C2: ZBYHFXN TNFGEBCBQN
OON
MHO
YEN
Love. Dean.
Selesai membaca surat itu Sara tak dapat berkata-kata, bibirnya kelu, perasaannya campur aduk.
Itukah alasannya mengapa Dean terbunuh? Sara tak pernah mengetahui hal itu, Dean tak pernah
bercerita apa pun tentang masalah keluarganya. Sara mengepalkan tangannya, tanpa sadar air mata
membasahi pipinya. Hatinya sakit.
Jhon yang berada di depannya dengan segera memberi sapu tangannya pada Sara. Sara
mengambilnya, mengusap air mata yang membasahi pipinya.
“Sabar Sara, yang terpenting adalah Dean memberikanmu sesuatu sebelum ia meninggalkanmu
walaupun hanya secarik kertas.” Ucap Jhon sambil menepuk-nepuk bahu Sara.
Ya betul apa yang dikatakan oleh Jhon, pikir Sara. Ia pun mengangguk.
Ah! Tunggu, sepertinya di akhir surat Dean mengatakan bahwa ia memberikan hadiah padaku. Seru
Sara dalam hati. Sara segera membuka kembali surat yang ia baca tadi. Ya dia akhir surat Dean
mengatakan bahwa ia memberikan hadiah pada Sara tapi Dean tidak menyebutkan apa hadiah itu.
Disitu hanya terdapat deretan-deretan huruf.
“Jhon, apa kau mengerti apa maksud dari deretan huruf ini?” Tanya Sara pada Jhon sambil menunjuk
deretan huruf itu. Jhon mendekatkan diri agar bisa melihat tulisan itu. Jhon memperhatikan tulisan itu
dengan seksama, cukup lama. “Sepertinya ini sebuah sandi” jawab Jhon.
“Sandi?”
“Ya, sandi. Dean sangat menyukai hal-hal yang berhubungan dengan sandi”
“Tapi aku tak paham mengenai sandi”
“Yang aku tahu ROTIE disini sepertinya itu adalah Rotasi 13. Mungkin. Entahlah. Hanya itu yang
aku tahu, Sar” jelas Jhon pada Sara.
“Apa maksud dari Rotasi 13, Jhon?”
“Yaitu dimana huruf A diganti menjadi huruf N, B diganti dengan O, dan seterusnya.”
“Ah. Aku paham, coba aku jabarkan.” Sara mengambil pulpen yang ada di saku jaketnya. Lalu ia
mengubah huruf-huruf itu sesuai apa yang dijelaskan oleh Jhon.
Cukup lama. “Moluska Gastropoda” Seru Sara.
“Moluska Gastropoda?”
“Iya, itu yang aku temukan setelah hurufnya diganti.”
“Lalu apa maksudnya?”
“Entahlah. Setahuku Moluska Gastrpoda itu adalah Siput, benarkan?”
“Ya betul, tapi apa maksudnya?”
“Entahlah. Ah. Tapi masih ada sisa huruf lagi Jhon” ucap Sara sambil menjuk 9 huruf yg tersisa.
“Coba sini aku lihat!” Seru Jhon mengambil alih kertas yang ada di tangan Sara.
Cukup lama. Dan hanya gumaman “hmm” yang sedari tadi keluar dari mulut Jhon. Masih berpikir apa
maksud dari sandi itu. Tiba-tiba saja Sara seperti diberi pencerahan, ia merebut kertasnya dari Jhon.
Sara membaca sekilas. “Ah! Dapat!” Sara menjentikkan jarinya.
“Ohya? Apa itu, Sar?”
“Lihat, Jhon! Yang dimaksud dari siput disini adalah kita membaca 9 huruf itu seperti cangkang siput,
dengan huruf utama berada di tengah. Jhon memperhatikan, “Ah benar juga, Sar. Honeymoon?”.
“Mungkin tempat ketika Dean dan aku berbulan madu, Jhon”
“Dimana?”
“Paris.”
“Yasudah, apalagi yang kau tunggu. Segeralah kesana. Mungkin ada sesuatu di tempat itu. Tempat itu
kan hanya kau dan Dean yang mengetahuinya.” Perintah Jhon pada Sara.
“Betul, Jhon! Kalau begitu aku pergi ya. Terima kasih banyak atas bantuannya.” Sara beranjak dari
kursinya. Menjabat tangan Jhon. Lalu pergi meninggalkan Jhon.
***
Bandara begitu ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Sara melihat sekeliling bandara, menarik
nafas dan menghembuskannya dengan lega. Sudut bibirnya tertarik ke atas, ia tersenyum. Ya, begitu
Sara mengetahui maksud dari kode itu ia segera menuju bandara. Memesan tiket dengan penerbangan
yang paling dekat dengan waktu saat itu. Keluar dari bandara ia segera memberhentikan taksi, menuju
tempat dimana ia dan Dean berbulan madu.
Sara sudah sampai di tempat yang dituju. Sebuah villa. Ia berdiri menatap villa itu, cukup lama. Sudah
merasa siap, Sara pun melangkah maju. Membuka gerbang secara perlahan. Lalu berjalan masuk
menuju villa itu.
Krek! Sara membuka pintu villa. Memasuki ruang tamu. Ia melihat sekeliling ruangan, mengamati
setiap sudutnya, hingga pandangannya berhenti di salah satu jendela villa itu. Jendela yang terbuka
lebar sehingga membuat tirainya bergerak-gerak terhempas angin. Mata Sara tak bisa berkedip,
hatinya berdebar. Melalui jendela itu Sara bisa melihat sosok manusia yang berada di pekarangan
bagian dalam villa dengan posisi membelakangi Sara.
Ya, seorang pria. Pria yang sedang menggendong seorang bayi di dekapannya.
Tanpa pikir panjang lagi Sara segera menuju pekarangan villa itu, berjalan mendekati pria itu. Hingga
pebedaan jaraknya dan jarak pria itu hanya dua langkah.
Mengetahui keberadaan Sara yang berada di belakangnya, pria itu pun membalikkan badannya.
Hingga Sara dapat melihat dengan jelas wajah pria itu.
“Sam..” nama itu yang keluar dari bibir Sara.
No comments:
Post a Comment